Saturday, October 19, 2019

PENGERTIAN PRINSIP DAN PENERAPAN GOTONG ROYONG


Pengertian Gotong Royong 

Soekarno pada pidatonya tanggal 1 Juni 1945 mengusulkan satu substansial dasar negara dengan 3 versi, yaitu: Pancasila, Trisila dan Ekasila (Penetapan Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi - Ir Soekarno). Pancasila terdiri dari ketuhanan (religiositas), kemanusiaan (humanitas), persatuan (nasionalitas), kerakyatan (soverenitas), dan keadilan sosial (sosialitas). Trisila terdiri dari sosionasionalisme, sosiodemokrasi dan ketuhanan. Sementara ekasila dimaknai sebagai gotong royong. Soekarno menyebutnya, “Dari Pancasila bisa diperas menjadi Ekasila.” Jadi gotong royong itu sebenarnya adalah Pancasila juga.



Seandainya hanya satu prinsip yang diminta, Soekarno mengatakan harus digali dari tujuan membangun Indonesia, yaitu “semua untuk semua.” Harus dicatat bahwa Indonesia didirikan bukan hanya untuk orang jawa saja atau untuk umat muslim saja, tapi Indonesia buat Indonesia. Kata yang diusulkan adalah kata Indonesia asli: gotong royong (Soekarno: Bapak Bangsa Indonesia - MM Darmawan, 2005).

Pengertian dan Makna Gotong Royong
Kita sebagai makhluk sosial membutuhkan sesamanya dalam mencapai kesejahteraan yang baik. Tak dapat dipungkiri bahwa gotong royong merupakan aset budaya yang harus senantiasa dijaga dan menjadi pola sikap masyarakat. Gotong royong pun mampu menciptakan suasana yang harmonis antara masyarakat yakni seringnya masyarakat intens menjalin silatuhrami, melakukan kerjasama maka, terjalinlah solidaritas dari itu dapat menumbuhkan rasa simpati dan empati masyarakat sehingga menjadi alat perekat untuk memperkuat dan mempererat hubungan mayarakat, bila dimanfaatkan dapat menjadi senjata yang ampuh dalam menghadapi pembangunan nasional. Berawal dari itu, masyarakat sudah memiliki rasa saling memiliki serta rasa memerlukan satu sama lain berlanjut pada kepedulian terhadap sesama dan lingkungan, apabila kita sambungkan dapat merujuk pada sifat nasionalisme yang kita butuhkan pada zaman globalisasi sekarang ini.


Pengertian Gotong royong adalah kerja sama antara sejumlah warga masyarakat untuk menyelesaikan sesuatu atau pekerjaan tertentu yang dianggap berguna untuk kepentingan bersama. Gotong Royong dapat juga diartikan prinsip kerja sama, saling membantu tanpa imbalan lansung yang diterimanya yang hasilnya untuk kepentingan bersama / kepentingan umum. Gotong royong merupakan budaya bangsa Indonesia yang dilaksanakan oleh seluruh warga masyarakat sesuai dengan kegiatan masing-masing.

Tak pelik dalam kehidupan masyarakat Indonesia, istilah gotong royong menempati posisi terhormat sekaligus membumi. Nenek moyang kita dulu sudah mengenal gotong royong itu sehingga dulu negara kita adalah negara yang sejahtera karena nilai gotong royong itu sendiri. Begitupun sejarah telah mencatat bahwa proses lahirnya bangsa (melalui sumpah pemuda 1928)  hingga proses lahirnya negara (melalui Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945) merupakan hasil dari gotong royong dari segenap komponen bangsa. Presiden Sukarno menggunakan istilah gotong royong sebagi kata lain Ekasila yang merupakan perasan lanjutan dari Trisila setelah sebelumnya merupakan hasil peras dari Pancasila. Pada era Orde baru, kata gotong royong juga sering dijadikan kata kunci dalam rangka mensukseskan program-program pembangunan. Hal itu menyatakan bahwa gotong royong itu sudah mendarah daging bagi bangsa Indonesia sehingga gotong royong dapat dikatakan sebagai karakteristik atau ciri khas budaya bangsa Indonesia.

Menurut Garnaut dan Mcawley, sejak Indonesia mengalami kemerdekaan pada tahun 1945, interaksi sosial yang dimiliki bangsa Indonesia bersifat kolektif, konsensual, dan kooperatif. Sifat interaksi sosial berlangsung dalam masyarakat Indonesia saat itu berpengaruh kuat terhadap pembentukan karakter bangsa dan budaya. Serangkaian istilah yang melekat dengan budaya Indonesia yaitu koperasi, musyawarah, dan gotong royong.

Pengaruh Prinsip Gotong Royong Terhadap Pembangunan
Dalam khazanah kehidupan masyarakat  Indonesia,  istilah “gotong royong” menempati posisi terhormat sekaligus membumi. Terhormat karena istilah tersebut sering dijadikan kata kunci oleh para tokoh bangsa untuk menggalang dukungan terhadap suatu gagasan. Presiden Sukarno menggunakan istilah gotong royong sebagai kata lain Ekasila yang merupakan perasan lanjutan dari Trisila setelah sebelumnya merupakan hasil peras dari Pancasila. 

Bung Karno pernah berpidato tentang pentingnya gotong royong: ….Sebagaimana tadi yang telah saya katakan: kita mendirikan Negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua bagi semua! Bukan Kristen untuk Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Hoek buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tapi Indonesia buat Indonesia –semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima (Pancasila) menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu “gotong royong”. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara gotong-royong!

Dalam pidatonya yang lain Bung Karno menyebutkan: “Gotong royong” adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan” saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu paham yang statis, tetapi gotong royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo: satu karyo, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini bersama-sama! Gotong royong adalah membanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah gotong royong! Rakyat itu semua harus digotong-royongkan dalam perjuangan raksasa ini!

Pada  era  Orde  Baru,  kata  gotong  royong  juga  sering  dijadikan  kata  kunci  dalam  rangka mensukseskan program-program pembangunan. Betapapun besar  anggaran  yang disediakan negara melalui APBN  bila  tanpa  didukung  semangat  kebersamaan  bernama  gotong  royong dalam  membangun  dan  memelihara  hasil  pembangunan,  tentulah  program  itu  tidak  akan berjalan secara efektif dan efisien. 

Di era pemerintahan Megawati Sukarnoputri, gotong royong bahkan digunakan sebagai nama kabinet. Lebih  jauh M. Nasroen,  salah  seorang pelopor kajian  filsafat  Indonesia  menyatakan  bahwa  Gotong  royong  merupakan  salah  satu  dasar filsafat Indonesia. 

Melalui gotong  royong biaya hidup dan kegiatan pembangunan menjadi  lebih murah dan efisien. Bilamana bisa dihitung biaya untuk perlindungan umum dan  lain-lain dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara bergotong royong, bisa jadi jumlahnya lebih besar dari APBN. 

Ada salah satu contoh desa yang berhasil mengimplementasikan prinsip gotong royong dalam peningkatan perekonomian warganya, yaitu Desa Tutul, Kecamatan Balung, di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Desa tersebut berhasil mengantar desanya yang miskin menjadi desa wirausaha berkat prinsip gotong royong yang mampu mengolah anggaran Desa sehingga menghasilkan laba, bukan justru habis tidak berbekas. Karena prestasinya, Desa Tutul sampai disebut desa tanpa pengangguran, karena hampir seluruh warganya mampu bekerja mandiri.

Bekerja sebagai perajin menjadi kehidupan mereka sehari-hari di samping mengurus sawah atau kerja lainnya. “Pada waktu-waktu tertentu saat sawah tak bisa digarap, ibu-ibu hingga pemuda membuat macam-macam kerajinan. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2012 juga menetapkan Desa Tutul sebagai desa produktif karena mampu mandiri dan membuka peluang kerja tidak hanya di Desa Tutul, tetapi juga desa lain.

Saat ini, Desa Tutul juga menjadi desa binaan dari perusahaan-perusahaan BUMN. Perusahaan-perusahaan memberikan kredit untuk modal bagi perajin kecil untuk memperbesar usahanya sebagai bagian dari rasa tanggung jawab sosial.

Pemerintah Kabupaten Jember turut mendukung usaha mikro, kecil, menengah seperti yang ada di Tutul. Bupati Jember MZA Djalal menilai pariwisata dan UMKM mampu menggerakkan ekonomi rakyat. Pada 2013, Pemkab mengalokasikan anggaran Rp 5,39 miliar melalui koperasi dan usaha kecil memengah serta Rp 4,1 miliar lewat pos Dinas Perindustrian untuk memperkuat UMKM di Jember. Diharapkan desa-desa lain pun bisa mengikuti jejak Desa Tutul.

Implementasi Prinsip Gotong Royong Sebagai Wujud Nyata Semangat dan  Komitmen Kolektif Kebangsaan

Prinsip kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam kehidupan bernegara nampak dalam kehidupan ekonomi,  sosial dan politik. Dalam Dalam kehidupan ekonomi terlihat dari makna pasal 33 ayat 1 UUD Negara Republik Indonesa tahun 1945 menyatakan “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”. Hal ini berarti dalam kegiatan usaha ekonomi digunakan prinsip kerjasama, saling membantu dalam suasana demokrasi ekonomi untuk mencapai kesejahteraan bersama secara adil

Selanjutnya Pasal 33 ayat (2) dan (3) menyatakan : (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 33 ayat (2) dan (3) diatas menegaskan bahwa perekonomian di Indonesia sebesar-besarnya ditujukan untuk kemakmuran rakyat.

Badan usaha atau lembaga ekonomi yang dibentuk untuk melaksanakan pasal 33 UUD 1945 yaitu:
a. Koperasi
b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
c. Usaha Swasta (wiraswasta) seperti CV atau PT

Bila kita kaitkan dengan pasal 33 ayat (1) UUD 1945, maka bentuk perusahaan yang paling sesuai ialah Koperasi, karena koperasi merupakan suatu badan usaha yang melaksanakan usahanya didasarkan atas azas kekeluargaan.
Gotong royong dalam kehidupan sosial politik dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia sejak dulu dalam kehidupan sosialnya sudah terbiasa hidup dalam suasana gotong royong. Masyarakat akan saling bantu dan hampir semua kepentingan masyarakat di desa dibangun oleh masyarakat itu sendiri secara bergotong royong.

Dalam bidang sosial gotong-royong ini hampir ditemui di kelompok-kelompok masyarakat Indonesia atau suku-suku bangsa Indonesia. Misalnya hasil penelitian Koentjaraningrat (dalam Budimansyah, 2000) di wilayah Bagelen Jawa Tengah kegiatan gotong royong itu terlihat dalam kegiatan-kegiatan sebagaiberikut:
1.   Waktu ada peristiwa kematian atau kecelakaan, dimana orang dating untuk memberi pertolongan ataupun layadan.
2.   Waktu seluruh penduduk  desa turun untuk mengerjakan pekerjaan yang sifatnya untuk kepentingan umum (desa) yang lajim disebut gugurgunung, seperti memperbaiki jalandesa,lumbungdesa dan lain-lain.
3.   Waktu seorang warga desa mengadakan pesta dan tetangga berdatangan untuk membantu. Kegiatan ini dinamakan sambatan atau njurungan
4.   Waktu-waktu tertentu dimana makam nenek moyang  desa perlu dibersihkan, kegiatan ini dinamakanrerukun alur waris.
5.   Waktu seorang penduduk perlu mengerjakan sesuatu untuk tempat tinggal (membongkar atap, mendirikan rumah baru) dan tetangga berdatangan membantu. Kegiatan ini dinamakan sambatan.
6.   Waktu kegiatan yang berhubungan dengan pertanian, baik membetulkan saluran air maupun panenan. Kegiatan ini dinamakan kerubutan tau grojogan
7.   Waktu ada keperluan desa yang sifatnya tidak langsung berhubungan dengan kepentingan umum, misalnya pekerjaan yang menjadi tugas kepala desa namun penduduk turun membantunya. Kegiatan ini disebut keregan

Dalam kehidupan politik sila keempat Pancasila menempatkan begitu pentingnya nilai gotong royong dijadikan landasan kehidupan politik. Pancasila sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Perilaku politik harus didasari nilai hikmat, kebijaksanaan, permusyawaratan dan perwakilan. Hal itu semua merupakan bagian dari gotong royong.

Sila keempat Pancasila pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa Indonesia akan terus memelihara dan mengembangkan semangat bermusyawarah dalam perwakilan. Bangsa Indonesia akan tetap memelihara dan mengembangkan kehidupan demokrasi. Bangsa Indonesia akan memelihara serta mengembangkan kearifan dan kebijaksanaan dalam bermusyawarah.

Permusyawaratan memancarkan kehendak untuk menghadirkan negara persatuan yang dapat mengatasi paham perseorangan dan golongan, sebagai pantulan dari semangat kekeluargaan dari pluralitas kebangsaan Indonesia dengan mengakui adanya “kesederajatan/persamaan dalam perbedaan”.

Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan/atau memutuskan suatu hal berdasarkan kehendak rakyat, hingga tercapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata cara (prosedur) mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara, antara lain dilakukan dengan melalui badan-badan perwakilan.

Hikmat kebijaksanaan merefleksikan tujuan sebagaimana dikehendaki oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat itu hendaknya didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan.

Dalam demokrasi permusyawaratan, suatu keputusan politik dikatakan benar jika memenuhi setidaknya empat prasyarat. Pertama, harus didasarkan pada asas rasionalisme dan keadilan bukan hanya berdasarkan subjektivitas dan kepentingan. Kedua, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, bukan demi kepentingan perseorangan dan golongan. Ketiga, berorientasi jauh ke depan, bukan demi kepentingan jangka pendek melalui akomodasi transaksional yang bersifat destruktif (toleransi negatif). Keempat, bersifat imparsial, dengan melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak (minoritas terkecil sekalipun) secara inklusif, yang dapat menangkal dikte-dikte minoritas elite penguasa dan pengusaha serta klaim-klaim mayoritas. Sila Keempat ini juga merupakan suatu asas, bahwa tata pemerintahan Republik Indonesia didasarkan atas kedaulatan rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Atas dasar tersebut, disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat.



= Info Terkait =